Menunaikan ibadah haji maupun umroh adalah cita-cita mulia bagi setiap muslim. Di antara rukun-rukunnya, tawaf memiliki tempat yang istimewa. Mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh putaran dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah momen yang sarat makna. Namun, bagi sebagian jamaah, terutama yang menggunakan kursi roda karena keterbatasan fisik atau kondisi kesehatan, pelaksanaan tawaf bisa menjadi tantangan tersendiri—terutama saat Masjidil Haram dalam kondisi padat oleh jutaan jamaah dari berbagai penjuru dunia.
Kepadatan yang tinggi, khususnya di musim puncak seperti bulan Ramadhan, Dzulhijjah, atau musim liburan internasional, bisa membuat tawaf dengan kursi roda menjadi sangat sulit, melelahkan, bahkan berisiko. Maka dari itu, sangat penting bagi jamaah untuk mengetahui waktu yang tepat serta strategi bijak agar tawaf tetap lancar, nyaman, dan penuh kekhusyukan. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana menghindari kepadatan saat tawaf dengan kursi roda, sekaligus memberikan tips yang bisa dipraktikkan langsung oleh Sahabat yang sedang atau akan melaksanakan ibadah di Tanah Suci.
Tawaf dan Nilai Keimanan di Dalamnya
Sebelum masuk pada bahasan teknis, mari sejenak merenungi bahwa tawaf bukan hanya ritual mengelilingi bangunan suci, tetapi juga simbol dari pusatnya kehidupan umat Islam yang berporos pada keimanan. Ketika jamaah mengelilingi Ka’bah, sebenarnya sedang menempatkan Allah di pusat kehidupan dan menjadikan-Nya tujuan dari segala perjalanan. Maka setiap langkah, setiap dorongan kursi roda, setiap putaran memiliki makna yang sangat dalam—menyatu dalam dzikir, doa, dan harapan yang mengalir dari hati.
Bagi Sahabat yang menjalani tawaf dengan kursi roda, tidak berarti ibadahnya kurang utama. Justru, keikhlasan dalam menghadapi keterbatasan fisik dan usaha keras dalam menyelesaikan tawaf dengan penuh ketekunan adalah bentuk keimanan yang sangat mulia di hadapan Allah.
Kondisi Kepadatan di Masjidil Haram
Sebelum membahas waktu terbaik untuk tawaf dengan kursi roda, ada baiknya memahami dulu bagaimana pola kepadatan di area Masjidil Haram. Dengan begitu, Sahabat bisa merencanakan dengan lebih strategis.
1. Musim Tinggi dan Musim Rendah
Masjidil Haram tidak pernah benar-benar sepi, tetapi ada masa-masa tertentu yang tingkat kepadatannya jauh lebih tinggi. Musim haji dan bulan Ramadhan adalah dua waktu tersibuk. Jamaah dari seluruh dunia memadati Makkah dan Madinah, sehingga setiap area, termasuk tempat tawaf, menjadi sangat ramai.
Di luar dua bulan itu, ada musim umroh reguler yang biasanya terjadi sepanjang tahun, dan cenderung lebih terkendali dari sisi kepadatan. Namun, akhir pekan dan musim liburan sekolah juga dapat menyebabkan lonjakan jamaah.

2. Waktu Shalat Lima Waktu
Sekitar satu hingga dua jam sebelum dan sesudah waktu shalat, Masjidil Haram biasanya sangat padat. Jamaah yang ingin melaksanakan shalat berjamaah akan datang lebih awal, dan setelah shalat banyak dari mereka langsung melakukan tawaf. Ini menyebabkan peningkatan luar biasa dalam jumlah jamaah di area tawaf.
3. Hari Jumat
Hari Jumat adalah hari yang paling padat dalam seminggu. Sejak pagi hari, jamaah sudah berdatangan untuk mendapatkan tempat terbaik dalam pelaksanaan shalat Jumat. Maka dari itu, melakukan tawaf dengan kursi roda pada hari Jumat sangat tidak direkomendasikan kecuali sangat mendesak.
Tips Tawaf Kursi Roda di Jam yang Tepat
Menghindari kepadatan bukan berarti menghindari ibadah, melainkan bentuk ikhtiar agar ibadah dapat dilakukan dengan optimal dan nyaman. Berikut ini adalah beberapa tips penting bagi Sahabat yang akan melakukan tawaf dengan kursi roda.
1. Pilih Waktu Setelah Tengah Malam
Waktu terbaik dan paling tenang untuk melakukan tawaf adalah setelah tengah malam hingga sebelum waktu subuh. Sekitar pukul 1.00 hingga 3.30 dini hari, area Masjidil Haram cenderung lebih longgar. Ini menjadi waktu ideal karena udara pun lebih sejuk dan tidak menyengat seperti siang hari.
Selain lebih lengang, suasana dini hari juga menghadirkan ketenangan batin yang luar biasa. Dzikir dan doa terasa lebih khusyuk, karena gangguan suara dan keramaian lebih sedikit.
2. Hindari Waktu Mendekati Shalat
Sahabat sangat disarankan untuk tidak memulai tawaf dalam rentang waktu satu jam sebelum azan, karena pada saat itu jamaah dari segala arah akan menuju Masjidil Haram. Kondisi ini membuat pergerakan kursi roda lebih sulit, dan risiko tersenggol atau terjebak dalam kerumunan pun lebih tinggi.
Sebaliknya, waktu satu jam setelah shalat biasanya bisa digunakan dengan relatif lebih nyaman, ketika jamaah sudah mulai meninggalkan area masjid.
3. Gunakan Lantai Atas (Roof Top) Jika Terlalu Padat
Masjidil Haram memiliki beberapa jalur tawaf untuk jamaah dengan kursi roda, termasuk jalur khusus di lantai atas. Meskipun jarak tawaf menjadi lebih panjang, lantai atas cenderung lebih lapang dan aman. Jika kondisi di mataf (area dasar) terlalu padat, sebaiknya arahkan perjalanan ke rooftop yang lebih terkendali.
4. Gunakan Jasa Pendorong Resmi
Pendorong kursi roda resmi biasanya sudah sangat terlatih dalam memilih rute tercepat dan teraman untuk menyelesaikan tawaf. Mereka juga memahami waktu-waktu paling ideal untuk beroperasi. Menggunakan jasa ini bisa sangat membantu, terutama bagi Sahabat yang berangkat bersama keluarga lansia atau memiliki keterbatasan gerak.
Pastikan pendorong yang digunakan berasal dari petugas resmi agar mendapatkan pelayanan yang jujur dan amanah.
5. Tetap Bersama Rombongan
Jika Sahabat berangkat bersama rombongan, sebaiknya tetap bersama dalam satu jalur. Komunikasikan rencana waktu tawaf sejak awal dengan pembimbing haji atau umroh, agar dapat disesuaikan dengan kondisi rombongan secara keseluruhan.
Doa dan Dzikir saat Tawaf dengan Kursi Roda
Meskipun fisik tidak sekuat jamaah lain yang bisa berjalan, bukan berarti kualitas ibadah berkurang. Justru, banyak doa yang bisa diamalkan sepanjang putaran tawaf, termasuk:
- Membaca kalimat tauhid: Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu...
- Memohon ampunan: Astaghfirullah al-‘azhim wa atubu ilaih
- Berdoa untuk keluarga, negeri, dan diri sendiri.
Setiap dorongan roda yang Sahabat lakukan atau yang dilakukan oleh pendorong adalah bentuk perjuangan ibadah yang Allah nilai dengan sangat adil.
Hati yang Ikhlas, Kunci Ibadah yang Diterima
Yang paling penting dari semua persiapan fisik dan strategi waktu adalah menjaga keikhlasan hati. Meski mungkin tidak bisa menyentuh Hajar Aswad atau tidak bisa berlari di antara dua bukit Safa dan Marwah, nilai ibadah Sahabat tidak berkurang sedikit pun jika dilakukan dengan niat yang tulus dan penuh keimanan.
Allah tidak melihat bentuk tubuh atau posisi seseorang dalam beribadah, tetapi yang dilihat adalah hati yang tunduk dan pasrah kepada-Nya.
Perjalanan ke Tanah Suci bukan hanya tentang menyelesaikan serangkaian rukun, tetapi tentang menyentuh kedalaman keimanan, menerima ujian dengan sabar, dan mempersembahkan ibadah terbaik kepada Allah. Mabruk Tour siap mendampingi Sahabat dalam setiap langkah ibadah umroh yang penuh makna, termasuk memfasilitasi kebutuhan khusus seperti kursi roda dan pemandu profesional yang amanah.
Melalui program-program umroh eksklusif dari Mabruk Tour, Sahabat tidak hanya diajak untuk beribadah secara fisik, tetapi juga dibantu untuk mencapai ketenangan batin dan pengalaman keimanan yang mendalam. Yuk, kunjungi situs resmi kami di www.mabruk.co.id dan pilih paket umroh terbaik yang sesuai dengan kebutuhan Sahabat. Bersama Mabruk Tour, perjalanan ibadah menjadi lebih mudah, aman, dan bermakna.